![]() |
Potret Pendidikan di Indonesia |
Saya
ucapkan selamat datang kepada pemerintahan baru, yang akan memimpin negara
Indonesia selama lima tahun ke depan. Semoga negeri ini semakin maju dengan
kinerja pemerintahan yang baru, begitupun masyarakatnya yang semakin
berkembang. Setiap individu pasti memiliki harapan baru, terutama untuk
perubahan yang lebih baik. Begitupun negeri ini yang membutuhkan perubahan,
yang setiap waktunya dapat meningkat dan berkembang aktif. Namun, untuk menuju
perkembangan dan peningkatan itulah dibutuhkan generasi yang aktif dan kreatif
untuk mewujudkannya. Dan salah satu faktor yang harus diperhatikan adalah
pendidikan dan kesehatan.
Anak-anak
Indonesia, baik di pelosok maupun di perkotaan, banyak yang putus sekolah
dikarenakan berbagai macam faktor yang menjadi penghambat. Faktor yang
menyebabkan putus sekolah seperti keterbatasan dana pendidikan karena kesulitan
ekonomi, kurangnya fasilitas pendidikan dan adanya faktor lingkungan. Pada
tahun 2012, UNICEF merilis laporan tahunan. Sebanyak 2,3 juta anak usia 7-15
tahun, tidak bersekolah. Di pulau Jawa, dimana terdapat sebagian besar penduduk
Indonesia, sebanyak 42% anak putus sekolah. Pemenuhan hak pendidikan tersebut
diperoleh secara formal di sekolah dan secara informal melalui keluarga.
Khususnya pendidikan formal, tidak semua anak mendapatkan haknya karena
kondisi-kondisi yang memungkinkan orang tuanya tidak dapat memenuhinya.
Kemiskinan karena tingkat pendidikan orang tua rendah merupakan salah satu
faktor yang mengakibatkan keterlantaran pemenuhan hak anak dalam bidang
pendidikan formal, sehingga anak mengalami putus sekolah. Orang
tua memiliki peranan dan dasar terhadap keberhasilan perkembangan anak,
sedangkan tugas dan tanggung jawab untuk hal tersebut adalah tugas bersama
antara orang tua, masyarakat, dan pemerintah serta anak itu sendiri. Secara
alami, anak lahir dan dibesarkan dalam keluarga. Sejak lahir, anak sudah
dipengaruhi oleh lingkungan yang terdekat, yaitu keluarga. Akibat
ketidakmampuan ekonomi keluarga dalam membiayai sekolah, menimbulkan masalah
pendidikan seperti maslah anak putus sekolah.
Dalam UUD 1945 dinyatakan bahwa, “setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan mendapatkan manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi seni dan budaya, untuk meningkatkan kualitas hidupnya.” Banyak sekali faktor yang menjadi penyebab anak mengalami putus sekolah, diantaranya yang berasal dari dalam diri anak putus sekolah disebabkan karena malas untuk pergi sekolah karena merasa minder, tidak dapat bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya, sering dicemoohkan karena tidak mampu membayar kewajiban biaya sekolah.
Ketidakmampuan ekonomi keluarga dalam menopang biaya pendidikan yang berdampak terhadap masalah psikologi anak sehingga anak tidak dapat bersosialisasi dengan baik dalam pergaulan dengan teman sekolahnya. Selain itu juga karena pengaruh teman, sehingga ikut-ikutan diajak bermain seperti PlayStation sampai akhirnya sering membolos dan tidak naik kelas, prestasi di sekolah menurun, dan malu pergi ke sekolah kembali. Anak yang terkena sanksi karena mangkir sekolah, sehingga terkena Drop Out.
Pendanaan pendidikan yang menjadi
tanggung jawab bersama anatar pemerintah dan masyarakat, sampai saat ini
kenyataannya di tanggung oleh orang tua siswa. Akibatnya, sekolah memungut
berbagai iuran dan sumbangan kepada orang tua siswa, sehingga pendidikan
menjadi mahal dan hanya menyentuh kelompok masyarakat menengah ke atas.
Sedangkan kenyataan tersebut berbanding terbalik dengan anak-anak yang berasal
dari keluarga kurang mampu. Oleh karena itu, langkah pemerintah dengan
membebaskan pembiayaan pendidikan kepada orang tua siswa tidaklah tepat. Mereka
yang tidak mampu, lebih memilih untuk tidak meneruskan sekolah anaknya dan
lebih memprioritaskan untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya sehari-hari.
Sumber: www.pikiran-rakyat.com/node/289284
Dalam UUD 1945 dinyatakan bahwa, “setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan mendapatkan manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi seni dan budaya, untuk meningkatkan kualitas hidupnya.” Banyak sekali faktor yang menjadi penyebab anak mengalami putus sekolah, diantaranya yang berasal dari dalam diri anak putus sekolah disebabkan karena malas untuk pergi sekolah karena merasa minder, tidak dapat bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya, sering dicemoohkan karena tidak mampu membayar kewajiban biaya sekolah.
Ketidakmampuan ekonomi keluarga dalam menopang biaya pendidikan yang berdampak terhadap masalah psikologi anak sehingga anak tidak dapat bersosialisasi dengan baik dalam pergaulan dengan teman sekolahnya. Selain itu juga karena pengaruh teman, sehingga ikut-ikutan diajak bermain seperti PlayStation sampai akhirnya sering membolos dan tidak naik kelas, prestasi di sekolah menurun, dan malu pergi ke sekolah kembali. Anak yang terkena sanksi karena mangkir sekolah, sehingga terkena Drop Out.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar