Jumat, 01 April 2016

Narsisme Berat


A. Pengertian Narsisme Berat 
   Pada kesempatan menulis kali ini, saya akan membahas tentang Narsisme Berat pada suatu individu. Manusia yang sehat menunjukkan narsisme yang baik, yaitu ketertarikan akan tubuh sendiri. Walaupun demikian, dalam bentuk buruknya, narsisme menghalangi persepsi akan kenyataan sehingga segala sesuatu yang dimiliki orang narsistik dinilai tinggi dan segala sesuatu milik orang lain tidak bernilai. Individu dengan gangguan kepribadian narsistik memiliki perasaan yang kuat bahwa dirinya adalah orang yang penting serta merupakan individu yang unik. Mereka merasa bahwa diri mereka spesial dan ingin diperlakukan khusus pula. Oleh karena itu, mereka sangat sulit atau tidak dapat menerima kritik dari orang lain.
    Individu narsistik terpaku pada diri sendiri, namun hal ini tidak terbatas hanya pada mengagumi diri dalam kaca. Keterpakuan pada tubuh sering menyebabkan Hipokondriasis (perhatian obsesif akan kesehatan seseorang). Fromm (dalam Feist&Feist, 2014) juga membahas Hipokondriasis Moral (keterpakuan dengan rasa bersalah akan pelanggaran yang sebelumnya terjadi). Orang-orang yang terfiksasi akan diri mereka sendiri cenderung menginternalisasi pengalaman-pengalaman mereka dan merenungkan kesehatan fisik serta kebaikan moral mereka.
   Sikap mereka mengakibatkan hubungan yang mereka miliki biasanya rentan (mudah pecah) dan mereka dapat membuat orang lain sangat marah, karena penolakan mereka untuk mengikuti aturan yang telah ada. Mereka juga tidak mampu untuk menampilkan empati. Kalaupun mereka memberikan empati atau simpati, biasanya mereka memiliki tujuan tertentu untuk kepentingan diri mereka senidiri.
   Individu dengan gangguan kepribadian narsistik tidak memilik self-esteem yang mantap dan mereka rentan untuk menjadi depresi. Masalah-masalah yang biasanya muncul karena tingkah laku individu yang narsistik misalnya sulit membina hubungan interpersonal, penolakan dari orang lain, kehilangan sesuatu atau masalah dalam pekerjaan. Kesulitan lainnya adalah mereka ternyata tidak mampu mengatasi stres yang mereka rasakan dengan baik. Prevalensi dari gangguan kepribadian narsistik berkisar antara 2-16% pada populasi klinis dan kurang dari 1% pada populasi umumnya. Prevalensi mengalami peningkatan pada populasi dengan orang tua yang selalu menanamkan ide kepada anaknya bahwa mereka cantik, berbakat, dan spesial secara berlebihan.

B. Gejala
  • Membutuhkan pujian dan kekaguman berlebihan
  • Mengambil keuntungan dari orang lain
  • Merasa diri paling penting
  • Enggan atau tidak bisa menerima sudut pandang orang lain
  • Kurangnya empati
  • Berbohong, pada diri sendiri dan orang lain
  • Terobsesi dengan fantasi ketenaran, kekuasaan, atau kecantikan
C. Kebiasaan
   Orang narsistik membutuhkan dan mengharapkan perhatian khusus. Mereka juga cenderung memanfaatkan dan mengeksploitasi orang lain bagi kepentingannya sendiri serta hanya sedikit menunjukkan sedikit empati. Ketika dihadapkan pada orang lain yang sukses, mereka bisa merasa sangat iri hati dan arogan. Dan karena mereka sering tidak mampu mewujudakan harapan-harapannya sendiri, mereka sering merasa depresi. Gangguan kepribadian narsistik dicirikan oleh keterpusatan diri. Mereka membesar-besarkan prestasi mereka, mengharapkan orang lain untuk mengakui mereka sebagai superior. Mereka cenderung pemilih teman, karena mereka percaya bahwa tidak sembarang orang yang layak menjadi teman mereka. Narsistik cenderung membuat kesan pertama yang baik, namun mengalami kesulitan menjaga hubungan jangka panjang. Mereka umumnya tidak tertarik pada perasaan orang lain dan dapat mengambil keuntungan dari mereka.
    Menurut DSM IV-TR, kriteria gangguan kepribadian narsistik yaitu, pandangan yang dibesar-besarkan mengenai pentingnya diri sendiri, arogansi, terfokus pada keberhasilan, kecerdasan, kecantikan diri, kebutuhan ekstrem untuk dipuja, perasaan kuat bahwa mereka berhak mendapatkan segala sesuatu, kecenderungan memanfaatkan orang lain, dan iri kepada orang lain.
Sebuah pola dari khayalan dan perilaku, diantaranya kebutuhan untuk kekaguman, dan kurangnya empati, seperti yang diindikasikan oleh minimal 5 dari yang dibawah ini:
  1. Perasaan megah akan kepentingan pribadi.
  2. Keasyikan dengan khayalan akan keberhasilan, kekuatan, kecemerlangan, atau kecantikan yang tidak terbatas.
  3. Kepercayaan bahwa dia itu spesial dan unik.
  4. Kebutuhan akan kekaguman yang berlebihan.
  5. Perasaan akan pemberian judul.
  6. Kecenderungan menjadi meledak-ledak antar individu.
  7. Kekurangan empati.
  8. Sering cemburu terhadap orang lain atau percaya bahwa orang lain itu pun cemburu terhadapnya.
  9. Menunjukkan keangkuhan, perilaku atau sikap yang sombong.
D. Penanganan dan Hasilnya
    Gangguan kepribadian narsistik secara umum sulit untuk dirawat, pada sebagian karena mereka adalah, menurut definisi, relatif kronis, dapat meresap, dan pola perilaku dan pengalaman di dalam diri yang tidak dapat diubah. Lebih jauh lagi, banyak tujuan dari perawatan yang berbeda dapat dirumuskan, dan beberapa lebih sulit untuk dicapai dari yang lainnya. Tujuannya mungkin termasuk keadaan sulit subjektif, mengubah perilaku disfungsional yang spesifik, dan mengubah keseluruhan pola perilaku atau keseluruhan struktur kepribadian.
   Pada banyak kasus, orang dengan kelainan kepribadian mengikuti perawatan hanya oleh desakan seseorang, dan mereka sering tidak percaya bahwa mereka harus berubah. Selanjutnya, mereka yang berasal dari Kelompok A yang aneh/eksentrik dan Kelompok B yang tidak teratur/dramatis mempunyai perbedaan-perbedaan yang umum dalam pembentukan dan memelihara hubungan baik, termasuk dengan seorang ahli terapi. Bagi mereka yang berasal dari Kelompok B yang tidak teratur/dramatis, pola dari tindakan, khas dalam hubungan mereka yang lainnya, dibawa ke dalam situasi terapi, dan daripada berhadapan dengan masalah mereka di tingkat verbal, mereka mungkin akan menjadi marah pada ahli terapi dan mengacaukan sesi.
    Sebagai tambahan, orang yang mempunyai 2 kelainan baik di Axis I dan Axis II rata-rata, melakukan perawatan yang baik untuk kelainan pada Axis I mereka sebagai pasien tanpa kelainan kepribadian. Ini sebagian dikarenakan orang dengan kelainan kepribadian mempunyai ciri-ciri kepribadian yang kaku dan berakar yang sering membawa kepada hubungan yang mengandung unsur pengobatan yang memprihatinkan dan apalagi membuat mereka bertahan melakukan sesuatu yang dapat meningkatkan kondisi Axis I mereka.

E. Jenis-jenis Terapi
    a. Terapi menurut Pendekatan Millon
     Ada sebuah informasi yang berdasar kepada penelitian kecil dalam merawat kelainan kepribadian sebagaimana adanya informasi dalam bagaimana mereka berkembang. Ada, meskipun, sebuah kesusastraan kasus klinis yang hidup dan berkembang dalam terapi-terapi untuk banyak kelainan-kelainan kepribadian. Walaupun garis besar ide-ide berikut ini adalah untuk bagian besar berdasarkan pada pengalaman-pengalaman klinis dari beberapa professional kesehatan mental, dan tidak pada studi-studi tentang yang berisikan pengawasan-pengawasan yang cocok, petunjuk pengobatan ini adalah semua yang tersedia dalam memperlakukan kelainan kepribadian.
     Sebuah perasaan terhadap apa yang terkandung dalam literatur dapat dipahami dari beberapa ide yang seterusnya ditanamkan oleh Millon (1981) dalam bukunya yang terkenal secara luas tentang kelainan-kelainan kepribadian (Millon sebelumnya adalah bagian dari tim DSM-III yang bekerja tentang kelainan-kelainan kepribadian). Dia menganjurkan bahwa:
  1. Terapi dengan kepribadian-kepribadian yang tidak mandiri terfasilitasi oleh fakta bahwa orang-orang ini mencari orang lain yang lebih kuat ada siapa mereka bergantung. Oleh karena itu mereka rela dan mau menerima pasien-pasien. Bagaimanapun, ciri seperti ini dapat membuat mereka terlalu terlalu bergantung pada ahli terapi dan tidak suka membuat keputusan-keputusan mereka sendiri dan mengambil tanggung jawab atas diri mereka sendiri. Millon menyarankan bahwa pendeketan-pendekatan yang bersifat tidak langsung bekerja lebih baik daripada yang bersifat perilaku karena mereka membantu perkembangan yang mandiri.
  2. Kepribadian narsistik tidak tetap dalam terapi untuk waktu yang lama, terlebih ketika sumber-sumber kegelisahan diperiksa (sebagian besar ahli terapi, tanpa menghiraukan orientasi teoritis, akan bersedia). Millon mengusulkan terapi kognitif untuk membantu kepribadian narsistik belajar untuk berpikir ketimbang untuk bertindak sesuai dorongan hati.
     Bagaimanapun juga, ini penting untuk diperhatikan bahwa, seperti orang lain yang menulis tentang tentang itu dan bekerja dengan kelainan-kelainan kepribadian, Millon sangat berhati-hati tentang berharap terlalu besar dari terapi ketika jarak dari masalah-masalah sangat lebar dan mencakup semua.

    b. Teknik Penanganan Terapeutik
       Teknik-teknik pengobatan harus sering dimodifikasi. Contohnya, mengenali bahwa psikoterapi individu tradisional cenderung untuk mendorong ketergantungan pada orang yang telah terlalu dependen, ini sering bermanfaat untuk mengembangkan strategi perawatan secara khusus bertujuan pada perubahan ciri-cirinya. Para pasien dari Kelompok C yang gelisah/ketakutan, mungkin akan menjadi hipersensitif terhadap berbagai kritikan yang mungkin mereka rasakan dari ahli terapi, jadi para ahli terapi harus sangat berhati-hati dalam memastikan itu tidak terjadi.
     Mengubah skema-skema yang mendasar ini sulit tetapi berada di inti dari terapi kognitif untuk kelainan kepribadian, yang menggunakan teknik-teknik kognitif standar dari memantau pikiran-pikiran otomatis, menantang logika yang cacat, dan menugaskan tugas yang berhubungan dengan perilaku dalam sebuah usaha untuk menantang kepercayaan pasien.

   c. Terapi Perilaku-Kognitif (Cognitive Behavioral Therapy)
     Terapi kognitif diarahkan pada usaha mengganti fantasi mereka dengan fokus pada pengalaman sehari-hari yang menyenangkan, yang memang benar-benar dapat dicapai. Strategi coping seperti latihan relaksasi digunakan untuk membantu mereka mengahadapi dan menerima kritik. Membantu mereka untuk memfokuskan perasaannya terhadap orang lain juga menjadi tujuannya. Karena penderita gangguan ini rentan mengalami episode-episode depresif, terutama pada usia pertengahan, penanganan sering dimulai untuk mengatasi depresinya. Tetapi, mustahil untuk menarik kesimpulan tentang dampak penanganan semacam itu pada gangguan kepribadian narsistik yang sesungguhnya.

   d. Terapi Kelompok (Group Therapy)
    Ahli terapi perilaku, dalam menjaga perhatian mereka pada situasi-situasi daripada ciri-ciri, tidak mempunyai perawatan khusus sebagaimana untuk kelainan-kelainan kepribadian lainnya yang yang ditunjukkan oleh DSM-III. Akan lebih baik mereka menganalisa masalah-masalah yang mana, diambil bersama mungkin dipertimbangkan oleh para pengikut dari DSM-III untuk menggambarkan sebuah kelainan kepribadian.
    Satu aspek dari kelainan kepribadian memerintahkan perhatian dari ahli terapi yang berketerampilan manapun. sebagaimana dari penolong professional lainnya, yaitu yang dinyatakan melekat secara mendalam, berdiri lama, dan dapat menembus sifat dasar dari masalah. Ahli terapi manapun yang bekerjasama dengannya harus betul-betul mempertimbangkan implikasi-implikasi yang luas dari masalahnya. Sebelum seorang yang mempunyai kecurigaan yang tinggi dapat mengekspresikan emosinya secara terbuka dan sewajarnya.



Sumber:
Fausiah, F. dan Julianti Widury. (2008). Psikologi Abnormal Klinis Dewasa. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.
Feist, J. dan Gregory J. Feist. (2014). Teori Kepribadian Edisi 7. Jakarta: Salemba Humanika.