Jumat, 24 April 2015
Apakah Bakat Saya yang Sebenarnya?
Selamat siang kawan-kawan pembaca blog. Pada kesempatan kali ini,
saya akan menuliskan tentang menggali bakat dalam diri kita sendiri. Tapi
sebenarnya, saya pun masih bingung hingga detik ini akan bakat saya yang
sebenarnya. Karena, saya merupakan orang yang terbilang 'penasaran' akan
hal-hal baru dan unik.
Sabtu, 18 April 2015
Apa Perbedaan Bakat Dan Kreativitas?
Pada
tulisan kali ini penulis akan menulis tentang perbedaan bakat dan kreativitas.
Sebelumnya, penulis menulis di blog ini untuk memenuhi tugas Softskill.
Pada
dasarnya belum terdapat pengertian yang sama tentang keberbakatan dari beberapa
ahli. Hagen dan Hollingworth (dalam Hawadi, 2002) membedakan antara gifted dan talented. Gifted ditujukan pada individu dengan kemampuan unggul
dibidang seni, musik, dan drama. Kemudian Cutts dan Musseley (1957 dalam
Hawadi, 2002) membedakan antara bright dengan
gifted dan talented. Menurut kedua tokoh tersebut, bright diartikan individu yang mampu menempuh pendidikan tingkat
Sekolah Menengah Atas (kolese) dan
lancar dalam karier yang dipilihnya. Gifted
diartikan individu yang memiliki potensi yang lebih tinggi daripada
individu dengan tingkat bright, sedang
talented menunjuk pada individu yang
memiliki kemampuan tidak lazim (luar biasa dibidang akademis, tanda umum adalah
adanya kemampuan yang tergolong superior).
Pandangan
yang terbaru mempersepsikan keberbakatan tidak hanya dari satu segi saja yaitu
kemampuan intelektual, tetapi juga dari segi lain atau kemampuan lain, misalnya
kreativitas, seni, olahraga, dan lain-lain. Pandangan terakhir tersebut
dikategorikan dalam pendekatan yang menggunakan kriteria majemuk atau
multi-kriteria. Contoh pandangan yang menggunakan pendekatan tersebut adalah
pandangan USEO (United States Office of Education) dan pandangan Renzulli.
Sedangkan
kreativitas secara konvensional didefinisikan dengan pendekatan tiga P, yaitu
pribadi yang kreatif, proses kreatif,
dan produk kreatif (Barron 1988 dalam Davis 1993: 39). Santrock
(2008:366) kreativitas ialah kemampuan berpikir tentang sesuatu dengan cara
baru dan tak biasa dan menghasilkan solusi yang unik atas suatu
problem. Selain itu Samsunuwiyati (2010:175) berpendapat bahwa
kreativitas merupakan konsep yang majemuk dan multi-dimensional, sehingga sulit
didefinisikan secara operasional.
Kreativitas
membutuhkan rangsangan dari lingkungan untuk berkembang secara optimal.
Beberapa faktor yang menentukan adalah:
1. Kebebasan:
orang tua yang percaya untuk memberikan kebebasan kepada anak.
2. Respek:
orang tua yang menghormati anaknya sebagai individu, percaya akan kemampuan
anak mereka, dan menghargai keunikan anak mereka.
3. Kedekatan emosi yang sedang: kreativitas akan
dapat dihambat dengan suasana emosi yang mencerminkan rasa permusuhan,
penolakan, atau rasa terpisah.
4. Prestasi bukan angka: orang tua anak kreatif
menghargai prestasi anak, mendorong anak untuk berusaha sebaik-baiknya, dan
menghasilkan karya-karya yang baik.
5. Orang tua aktif dan mandiri: sikap orang tua
terhadap diri sendiri amat penting karena orang tua merupakan model bagi anak.
6. Menghargai
kreativitas: anak yang kreatif memperoleh banyak dorongan dari orang tua untuk
melakukan hal-hal yang kreatif.
Kendala
terhadap produktivitas kreatif dapat bersifat internal, yaitu berasal dari
individu itu sendiri. Dapat pula bersifat eksternal, yaitu terletak pada
lingkungan individu, baik lingkungan makro maupun lingkungan mikro. Kendala
internal yaitu keyakinan bahwa lingkunganlah yang menyebabkan dirinya tidak
mempunyai kesempatan mengembangkan kreativitasnya. Kendala eksternal antara
lain yaitu tentang evaluasi, pujian, perasaan diamati selagi mengerjakan
sesuatu, pemberian hadiah dan persaingan.
Menurut Utami Munandar (2009:71) kreativitas
adalah kemampuan seseorang untuk mengekspresikan ide-ide baru yang ada dalam dirinya
sendiri. Adapun ciri-ciri dari kreativitas adalah:
1.
Rasa ingin tahu yang luas dan mendalam
2.
Sering mengajukan pertanyaan yang
baik
3.
Memberikan banyak gagasan atau usul
terhadap suatu masalah
4.
Bebas dalam menyatakan pendapat
5.
Mempunyai rasa keindahan yang dalam
6.
Menonjol dalam salah satu bidang seni
7.
Mampu melihat suatu masalah dari berbagai
segi/sudut pandang
8.
Mempunyai rasa humor yang luas
9.
Mempunyai daya imajinasi
10.
Orisinal dalam ungkapan gagasan dan dalam
pemecahan masalah
Jadi, bakat dan
kreativitas adalah saling berkaitan satu sama lain. Kebutuhan sosial akan kreativitas
dirasakan di mana-mana dan tampak dalam sistem pendidikan, penggunaan waktu
luang, pengembangan ilmu pengetahuan dan kehidupan keluarga. Makna dari
pengembangan kreativitas berkaitan dengan kualitas perwujudan diri, peningkatan
kemampuan berpikir kreatif, kepuasan dalam mencipta, dan peningkatan kualitas
hidup. Sikap orang tua dalam mendukung kreativitas anak juga sangat diperlukan
dengan menyediakan sarana pendukung dan motivasi serta mengembangkan hobi dalam
keluarganya masing-masing. Dalam kegiatan pembelajaran guru harus senantiasa
berusaha memikirkan bagaimana cara menumbuhkan kreativitas siswa dalam belajar,
dengan mempertimbangkan tahap-tahap munculnya kreativitas (persiapan, inkubasi,
iluminasi, verifikasi).
Sumber:
Minggu, 12 April 2015
Anak Indonesia yang Berbakat di Negeri Paman Sam
Selamat sore para
pembaca blog, kali ini saya akan membagi informasi tentang salah satu anak
Indonesia yang berbakat di negara Amerika Serikat yang bernama Erica Kaunang.
Pada tahun 2014 yang lalu, gadis cilik berdarah Kawanua
asal Indonesia kembali menunjukkan kelasnya, karena masuk deretan siswa paling
pintar di New York, Amerika Serikat. Pada sebuah acara yang bertajuk National Junior Society Induction Ceremony,
namanya kembali menggema di seantero ruangan sebagai salah satu dari sedikit
anak-anak yang dianggap dan diyakini sebagai siswa genius pada penerima award
bergengsi di dunia pendidikan Amerika.
Di awal tahun 2014, penghargaan yang diterima Erica tentu
akan menjadi kebanggaan bagi orang tua dan warga Indonesia lainnya yang tinggal
di Amerika. Untuk yang ketiga kalinya Erica mendapat penghargaan Gold Honor Roll, setelah pada tahun 2012
dan 2013, ia juga memperolehnya secara penuh. Hanya saja, acara penghargaan Gold Honor Roll tahun 2014 yang
lalu terbilang lebih istimewa oleh karena dirayakan secara besar-besaran di
salah satu state di Negeri Paman Sam itu. Tamu yang hadir pun tidak
hanya dari kalangan akademisi, namun juga para politisi dan penguasa setempat.
Sebut saja di antaranya ada Senator asal NYC, Mr. Joseph P, Addobbo Jr,
kemudian ada juga NYC Councilwoman, Elizabeth Crowley, Principal Dr. Jeanne
Fagan bersama wakilnya, Mr. Frederick Baumann. Dari pihak NJHS (National Junior Honor Society Advisor)
hadir pula Mrs. Kim. Puterbaugh,
kemudian ada PIA President, Mrs. Christina De Simone. Mewakili Community School District 24 Superintendent
Madelin Taub-Chan. Banyak juga politisi lokal lainnya turut hadir untuk
memberikan apresiasi terhadap anak-anak pintar ini.
Dalam acara pemberian Award tersebut, ada 49 siswa dari Gifted and Talented Class (sebuah
kelas khusus anak-anak genius dan berprestasi) yang menerima penghargaan. Salah
satu dari beberapa penerima penghargaan tersebut adalah Erica Kaunang. Gadis
cilik putri tercinta dari pasangan Joutje Kaunang dan Eva Purba (pasangan
Manado – Batak) ini memang adalah anak yang sangat pintar dan berprestasi.
Menurut sang ayah, Joutje, bahwa penerima award ini memanglah hanya dikhususkan
kepada mereka yang memiliki nilai report card di atas 90%. Dan Erica
sendiri mendulang hasil, yang menurut pendapat saya amat fantastis yaitu 99.93%
atau hampir sempurna (nilai sempurna adalah 100%).
Ke-49 penerima penghargaan ini datang dari kelas yang
memang sudah terpilih, yaitu berjumlah 300 orang yang dipilih dari seluruh
Amerika Serikat. Mereka adalah siswa-siswa jenius yang dipilih dan diseleksi
secara ketat untuk masuk dalam kelompok Gifted
and Talented. Ini adalah sebuah peghargaan tertinggi di dunia pendidikan
New York City.
“Torang (kami) orang tua merasa terharu ketika nama
anak kami disebutkan oleh Senator New York ketika membawakan pidatonya”,
demikian komentar Joutje Kaunang. Ketika nama Erica dipanggil, gemuruh tepuk
tangan para hadirin yang memenuhi ruangan itu sontak terdengar. Mereka sangat
mengapresiasi anak-anak yang hebat dalam dunia pendidikan itu.
Dalam sambutannya, Principal Kim mengatakan bahwa tidak mudah
untuk terpilih mendapatkan penghargaan dari National Junior Honor Society. Karena apa? Karena untuk mendapatkan
nilai seperti itu tidaklah mudah. Dari 300 siswa terpilih dan diyakini
sangat pintar itu maka dipilihlah 49 penerima penghargaannya, yaitu
mereka-mereka yang memiliki nilai di atas 90%.
Dan yang lebih membanggakan lagi, dari 49 siswa itu
ternyata ada 29 siswa yang dianggap terpintar, yaitu mereka yang memiliki nilai
di atas 99% (atau hampir 100%). Erica adalah salah satu dari 29 siswa tersebut
dengan nilai 99.93%. Ini tentu menuntut kerja keras dan usaha maksimal dari seorang
Erica. Tidak hanya tatkala hendak memperolehnya, namun juga untuk mempertahankan
apa yang sudah diperolehnya itu. Mungkin sekali, tidak ada lagi waktu untuk
bermain-main layaknya anak sebaya dia. Waktunya digunakan hanya untuk belajar,
dan terus belajar.
Erica memang adalah seorang gadis cilik yang amat
berbakat. Ia memang tak pernah berhenti belajar, tidak pula ia terlena dengan
apa yang sudah dicapainya. Ia tidak hanya sudah pernah mendapat tugas menulis
surat ke Presiden Amerika, dan akhirnya mendapat balasan jawaban dari Sang
Presiden. Ia pun pernah diwawancarai Majalah Forbes, hal mana sesuatu yang
sangat langka diperoleh. Untuk masuk Majalah sekaliber Forbes tentu tidak
mudah. Bulan ini juga, sosoknya akan masuk menghias Majalah Infosulut, sebuah
majalah ternama dan bergengsi di Sulawesi Utara.
Ia adalah contoh anak muda belia berprestasi. Anak yang
mengejar mimpi setinggi langit. Yang berusaha mendapatkan apa yang ia selalu
mimpikan dan impikan, dan yang tidak pernah kalah sebelum berperang. Bagi
Erica, sekali layar terkembang maka sangat pantang untuk diturunkan kembali.
Sekali bertekad untuk maju, jangan pernah berpaling ke belakang. Kuncinya
adalah belajar dan teruslah belajar, sebab tanpa itu, acap kali kegagalanlah yang
menunggu kita di ujung jalan.
Pada dasarnya bakat adalah sesuatu yang amat ideal
apabila kita dapat memberikan pendidikan yang benar-benar sesuai dengan peserta
didik kita. Masalah bakat adalah masalah yang sama tuanya dengan manusia itu
sendiri. Semenjak dahulu, orang sudah berusaha membahas masalah bakat ini. Urgensinya
masih tetap aktual sampai saat ini, meski dari kacamata ilmu pegetahuan
hasilnya masih jauh dari memuaskan. Urgensi dalam mengaplikasikan bakat tidak
hanya terbatas pada bidang pendidikan saja, melainkan juga dalam hal pemilihan
lapangan kerja (Suryabrata, 1995).
Pengaturan diri
tingkah laku (self-regulation of
behavior) mencakup berbagai bidang, diantaranya pengaturan diri dalam
belajar di sekolah (self-regulated
academic learning, selanjutnya disebut self-regulated
learning dan disingkat menjadi SRL). Uraian selanjutnya akan dikemukakan
tentang SRL dan perannya dalam mengatur belajar sehingga tercapainya tujuan
yaitu adanya peningkatan prestasi akademik.
Pintrich dan de Groot (1990) menjelaskan bahwa terdapat
beberapa macam definisi SRL. Namun, dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan
tiga komponen penting yang berkaitan dengan kegiatan belajar di kelas. Ketiga komponen
tersebut sebagai berikut:
1)
Strategi metakognisi siswa untuk
merencanakan, memantau, dan memodifikasi kognisi mereka (Brown, Branford,
Campione&Ferrara, 1983; Corno, 1986; Zimmerman, Pons, 1986, 1988 dalam
Pintrich&de Groot, 1990).
2)
Cara siswa mengelola dan mengontrol
usaha mereka dalam tugas-tugas akademik. Contoh siswa yang mampu menekuni atau
tidak menyerah pada tugas-tugas yang sukar atau mampu menghindari
gangguan-gangguan, akan dapat mempertahankan dorongan untuk menyelesaikan tugas-tugas
sehingga memungkinkan mereka berprestasi lebih baik (Corno, 1986;
Corno&Rohr Kemper, 1985 dalam Pintrich&de Groot, 1990).
3)
Aspek SRL yang sangat penting yang
diajukan para peneliti dalam konseptualisasi mereka adalah strategi kognisi
yang secara nyata digunakan siswa untuk belajar, mengingat, dan memahami materi
bidang studi (Corno&Mandinech, 1983; Zimmerma&Pons, 1986, 1988 dalam
Pintrich&de Groot, 1990). Strategi kognisi yang lebih baik yang digunakan
siswa seperti mengulang, mengolaborasi, dan mengorganisasikan materi bidang
studi ternyata membantu mendorong kegiatan kognisi dan menghasilkan prestasi
yang lebih tinggi dalam belajar (Weinsten&Mayer, 1986 dalam Pintrich&de
Groot, 1990).
Kegiatan
komponen SRL tersebut digunakan sebagai definisi kerja dalam penelitiannya.
Dari ulasan teori di atas, dapat
disimpulkan bahwa Erica memiliki pengaturan diri yang baik dalam belajar dan
mengasah bakat/kemampuan yang dimilikinya. Oleh sebab itu, mari kita mengasah
kemampuan kita masing-masing. Semangat!.
Sumber:
- Basuki, H.2005.Kreatifitas, Keberbakatan, Intelektual, dan Faktor-Faktor Pendukung
dalam Pengembangannya.Jakarta: Gunadarma.
Label:
Bakat,
Psikologi Pendidikan
Langganan:
Postingan (Atom)